Layanan Administrasi dan Persidangan Pengadilan Pajak Dibuka Kembali
JAKARTA – Mulai hari Senin (6/7/2020), layanan administrasi dan persidangan di Pengadilan Pajak dibuka kembali. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional.
Setelah dihentikan dan ditunda sementara pada 29 Juni hingga 5 Juli 2020 karena ada dua tenaga pendukung Pengadilan Pajak yang dinyatakan positif terkena Covid-19, Sekretariat Pengadilan Pajak melalui laman resminya menyatakan layanan administrasi dan persidangan dibuka kembali.
Penghentian sementara layanan administrasi dan penundaan persidangan – yang diatur dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak No. SE-013/PP/2020 – menyebabkan adanya penyesuaian batas jangka waktu pengajuan banding dan gugatan yang disampaikan secara langsung.
Penyesuaian itu tertuang dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak No.SE-014/PP/2020 tentang Pedoman Penyesuaian Pelaksanaan Persidangan dan Layanan Administrasi Sebagai Tindak Lanjut Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak No.SE-013/PP/2020.
Selain terkait aktivitas di lingkungan Pengadilan Pajak, ada pula bahasan mengenai insentif pajak sebagai respons adanya pandemi Covid-19. Pasalnya, untuk pelaku usaha, insentif pengurangan 20% angsuran PPh Pasal 25 paling diminati. Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pengajuan Banding dan Gugatan Secara Langsung
Berdasarkan SE-014/PP/2020, jika batas terakhir pengajuan banding yang disampaikan secara langsung semula berada pada periode 29 Juni 2020 sampai dengan 5 Juli 2020, termasuk batas terakhir pengajuan yang dimaksud pada lampiran SE-11/PP/2020, ada penangguhan 7 hari.
Penangguhan 7 hari juga berlaku untuk batas terakhir pengajuan gugatan secara langsung yang semula berada pada periode penundaan. Jika batas akhir semula 29 Juni 2020 menjadi 6 Juli 2020. Begitu pula batas terakhir yang jatuh pada 5 Juli 2020 menjadi 12 Juli 2020. (DDTCNews)
Persiapan Persidangan dan Layanan Administrasi Lain
Jangka waktu persiapan dan pelaksanaan persidangan, sesuai dengan SE-014/PP/2020, juga tidak memperhitungkan periode 29 Juni 2020 sampai dengan 5 Juli 2020 (7 hari) dalam penghitungan jangka waktu sesuai dengan ketentuan Pasal 48, Pasal 81, dan Pasal 82 UU No. 14 Tahun 2002.
Jangka waktu layanan administrasi lainnya, juga tidak memperhitungkan periode penghentian sementara selama 7 hari dalam penghitungan jangka waktu sebagaimana ketentuan UU No. 14 Tahun 2002. Ketentuan ini juga berlaku terhadap layanan administrasi izin kuasa hukum. (DDTCNews)
Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25 Diminati Pengusaha
Kasubdit Humas Perpajakan Ditjen Pajak (DJP) Ani Natalia mengatakan dalam beberapa waktu terakhir, pengusaha banyak memanfaatkan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 yang telag diatur dalam PMK 44/2020. Menurutnya, fasilitas ini banyak membantu pelaku usaha untuk menjaga arus kas selama pandemi.
“Untuk pengusaha, yang paling laku itu pengurangan angsuran PPh Pasal 25,” katanya.
Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25
DJP menegaskan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 yang ada dalam PMK 44/2020 hanya bersifat penundaan. Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya akan diakumulasi dan diperhitungkan di akhir tahun.
“Diskon di sini dalam artian pada bulan itu angsuran PPh Pasal 25-nya dikurangi, tapi sifatnya sebenarnya adalah penundaan karena PPh yang dihitung adalah penghasilan satu tahun pajak,” jelas Kepala Seksi Peraturan PPh Badan I DJP Hari Santoso.
- Rencana Perpanjangan Masa Pemberian Insentif
Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengatakan tekanan yang dihadapi pelaku usaha masih terjadi. Dia mengapresiasi rencana pemerintah untuk memperpanjang periode pemberian insentif pajak.
“Kami sambut baik prakarsa pemerintah. Kami juga mengusulkan karena kondisi dunia usaha belum pulih, dan diperkirakan memerlukan waktu bisa sampai lewat tahun [2020],” katanya.
Sebagai informasi, terkait dengan pemanfaatan insentif, DDTCNews menyediakan kolom Debat berhadiah Rp1,5 juta.
- RUU Omnibus Law Perpajakan Masih Ditarget Selesai Tahun Ini
Revisi paket undang-undang (UU) perpajakan menjadi bagian dari 19 rancangan payung hukum yang masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2020-2024. Revisi paket UU perpajakan itu gagal direvisi pada periode 2015-2019.
Selain itu, RUU Omnibus Law Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian juga masuk. RUU Omnibus Law dan RUU Bea Meterai ditargetkan selesai pada 2020.
Permintaan Sertifikat Elektronik
Ditjen Pajak DJP menyatakan permintaan sertifikat elektronik oleh pengusaha kena pajak (PKP), yang masa berlaku sertifikat elektroniknya akan habis atau telah habis dimintakan secara online. PKP mengajukan permohonan sertifikat elektronik] pada laman e-Nofa (efaktur.pajak.go.id).
Setelah mengajukan permohonan pada laman e-Nofa, PKP menginput passphrase pada laman e-Nofa. Kemudian, PKP menghubungi KPP terdaftar melalui saluran telepon, surat elektronik (email), atau aplikasi pengiriman pesan untuk mendapatkan persetujuan dari petugas khusus.
Baca Juga: Kesempatan Tinggal Hari Ini! Besok DJP Mulai Lakukan Penelitian SPT
Ketentuan Tariff Rate Quota
Pemerintah memberikan pembatasan berdasarkan kuota atas penetapan tarif preferensi terhadap delapan kelompok barang impor dari Australia yang masuk dalam cakupan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
Ketentuan tariff rate quota (TRQ) ini telah diatur dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan No.82/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Komprehensif Indonesia-Australia. (Bisnis Indonesia) (kaw)
Sumber: DDTC News